*Misa Pove’s
Aku dan Doni berlari menuju kantor klien untuk
suatu pertemuan, di suatu tempat di kota Bandung. Waktu telah menunjukkan pukul
13.30 WIB ketika kami berangkat dari hotel tempat kami menginap. Terburu-buru
mengejar waktu pertemuan tanpa sengaja aku menabrak seseorang, bahkan aku
hampir mengucapkan ma’af tanpa menoleh sampai ketika orang yang kutabrak
mengatakan sesuatu.
“Sepertinya aku mengenal
mu.”
Aku sedikit terkejut dan berbalik, aku
mengamatinya dari atas ke bawah dengan wajah sedikit oval dengan dagu yang
tidak terlalu runcing, kulitnya putih bersih namun punya kesan jika dia bukan
orang yang berdiam diri di rumah saja. Alisnya cukup tebal dengan mata yang
sedikit merah mungkin kurang tidur. Tingginya mungkin hampir 170 cm, dengan
senyumnya yang mempesona.
“Ma’af, saya? Apa kita pernah bertemu?” tanyaku
penasaran, aku pasti masih mengingat jika aku pernah bertemu dengan laki-laki
seganteng ini.
“Memang belum, tapi aku mengenalmu.” Jawabnya pasti.
“Bagaimana kamu bisa mengenalku jika kita belum
pernah bertemu?” aku seperti melihat sekilas bayangan ketika aku menanyakan
pertanyaan itu. Dan ya, aku mengenalnya, tapi pertanyaan itu sudah terlanjur
terlontar.
“Kamu melupakanku? Dulu kita setiap malam selalu
telpon-telponan, bahkan aku bisa tidur nyenyak ketika kamu menyanyikan sebuah
lagu.” Terangnya.
“Oh ya, aku tidak mengingatnya. Kapan tepatnya?”
tanyaku lagi.
“Mis, kita udah terlambat. Ayo!” ajak Doni
kepadaku, benar juga sudah hampir waktunya.
“Kamu tidak mengingatnya? Kamu selalu bertanya apa
yang kulakukan hari itu, dan aku selalu menjawab dengan kata banyak, dan
terkadang tidak menjelaskannya.” Dia menjelaskan dengan sedikit ada raut kecewa.
Ah, aku tidak punya waktu untuk melanjutkan
keisenganku ini. Aku berjalan menghampirinya dan memeluknya, dia kaget dan
hanya mematung. Aku melepaskan pelukanku dan mengeluarkan kartu nama, aku
memberikannya dan berlalu pergi.
“Aku tidak ada waktu saat ini hubungi aku nanti.” Aku
melangkah pergi tanpa menunggu jawabannya.
Aku tidak menyangka setelah sekian tahun aku
mengharapkan bertemu dengannya, pertemuan seperti ini yang aku dapat. Ah, aku
harus berlari untuk mencapai ruangan Pak Indra. Doni memandangiku dengan heran ketika
aku hanya diam dan menyunggingkan senyum.
“Siapa dia? Kau mengatakan tidak kenal tapi
tiba-tiba memeluknya.” Tanyanya penasaran.
“Awalnya aku benar-benar tidak mengenali, kami
memang belum pernah bertemu jadi wajar jika aku tidak mengenalinya.” Sudah tiga
tahun sejak itu, hm..
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar